Samarinda - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) tahun ini kembali menyoroti isu kesenjangan pendidikan yang masih mengakar.
Paradigma tentang sekolah unggulan versus non-unggulan menjadi perhatian utama warga Kaltim, khususnya Samarinda yang masih bisa dirasakan hingga detik ini terkait kualitas pendidikan yang dirasa belum merata.
Masyarakat masih memiliki prasangka bahwa sejumlah sekolah dianggap memiliki tenaga pendidik dan fasilitas yang lebih baik, sementara lainnya tertinggal jauh. Fenomena ini terus berkembang dan menciptakan kesenjangan yang signifikan.
Sekretaris Komisi IV DPRD Samarinda Deni Hakim Anwar angkat bicara mengenai hal ini. Ia menegaskan bahwa label "sekolah unggulan" hanyalah stigma yang diciptakan segelintir orang dan tidak seharusnya menjadi standar masyarakat dalam memilih sekolah untuk anak-anak mereka.
"Padahal, sekolah unggulan itu tidak ada. Label-label itu disematkan oleh segelintir orang saja, dan tidak menjadi keharusan untuk masuk ke sekolah dengan label tersebut," tegas Deni, Rabu (26/6/2024).
Deni juga mengkritisi fenomena "siswa titipan" yang sering terjadi di sekolah-sekolah yang dianggap unggulan. Menurutnya, setiap sekolah memiliki potensi yang sama untuk mendidik siswa dengan baik, dan penilaian berdasarkan label semata tidak adil.
"Tidak boleh ada bahasa seperti itu, dan setiap sekolah itu sama. Tinggal bagaimana sekolah itu bisa mendidik siswanya. Kita inginnya menghilangkan paradigma itu," tuturnya.
Politisi Partai Gerindra ini telah menyampaikan keprihatinannya kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) dan mendorong agar tenaga pendidik dialihkan ke sekolah-sekolah di daerah pinggiran. Ia berpendapat bahwa guru yang handal dapat meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
"Karena bagaimanapun menjadi sekolah yang bagus bukan soal fasilitas saja melainkan juga tenaga pendidiknya yang handal," tegasnya.
Selain masalah tenaga pendidik, Deni juga menyoroti kekurangan fasilitas di sekolah-sekolah, terutama di daerah pinggiran. Ia mendesak Disdikbud Samarinda untuk mengalokasikan dana secara merata agar semua sekolah dapat memenuhi standar pelayanan minimal dan menjadi pilihan yang layak bagi siswa baru.
"Fasilitas di sekolah juga saat ini kita melihat dari acuan pembangunan infrastruktur saja sekolah yang di kota juga masih banyak kurangnya, standar pelayanan minimal juga belum terpenuhi dengan cukup. Nah kita ingin Disdikbud betul-betul mengalokasikan dana untuk memperhatikan seluruh sekolah," tutupnya.
Ia berharap kesenjangan pendidikan di Samarinda bisa diminimalisir dan semua sekolah memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan memberikan pendidikan yang berkualitas bagi semua siswa. (Adv/Di/Le).
Posting Komentar